Berlari Bersama, Menjalani Hidup dengan Lebih Ringan

 

 

Oleh: Eni Setyowati

 

Sejak muda saya sudah terbiasa berolahraga. Rasanya tubuh lebih segar, pikiran lebih jernih, dan semangat lebih terjaga ketika bergerak. Namun, kesibukan mengurus anak-anak sempat membuat saya berhenti dari rutinitas olahraga. Fokus saya tertuju penuh pada keluarga - mendampingi masa tumbuh kembang anak-anak, memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi, hingga tak terasa waktu untuk diri sendiri begitu terbatas.

Kini, waktu seolah berputar cepat. Anak-anak sudah tumbuh dewasa, masing-masing menempuh kuliah dan mulai merajut mimpinya. Rumah yang dulu riuh kini terasa lebih tenang, menyisakan saya dan suami yang kembali berdua seperti awal membangun rumah tangga dulu. Di tengah ruang kosong itu, kami mencoba menemukan ritme baru: berlari bersama.

Awalnya, kami tidak langsung berlari. Bersama suami, saya mulai dengan jalan santai di GOR Lembu Peteng Tulungagung. Setiap langkah kami nikmati sambil bercakap ringan, menghirup udara segar, dan merasakan energi baru. Lambat laun, kami menantang diri untuk menambah kuantitas. Dari sekadar jalan kaki dua putaran, menjadi empat, lalu diselingi dengan joging ringan. Hingga akhirnya, tanpa terasa, kami benar-benar bisa berlari beberapa kilometer. Kini, rutinitas ini menjadi bagian penting dari keseharian kami. Minimal tiga kali dalam seminggu, kami meluangkan waktu untuk lari berdua di GOR. Rasanya ada yang kurang kalau seminggu tidak turun ke lintasan. Awalnya, lari terasa berat, nafas terengah, kaki kaku, dan stamina tak sekuat dulu. Tapi perlahan, dengan kesabaran dan konsistensi, tubuh mulai terbiasa. Bahkan, rasa rindu untuk kembali turun ke lintasan mulai tumbuh.

Rutinitas itu menumbuhkan keberanian baru. Kalau dulu hanya berani jalan santai, kini Alhamdulillah kami sudah berani mengikuti even-even fun run. Rasanya luar biasa bisa berada di tengah ribuan orang dengan semangat yang sama. Meski belum terbiasa ikut even lari, saya memberanikan diri mengikuti trail run di Gunung Budeg. Saat itu saya tidak berdua dengan suami, melainkan bersama si kecil. Suasana trail run benar-benar berbeda: medan menanjak, jalur berliku, dan suasana alam pegunungan yang memanjakan mata. Meskipun melelahkan, pengalaman itu sangat berkesan. Ada rasa bangga bisa menyelesaikan rute bersama si kecil, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri bahwa saya mampu. Dari cerita itu pula, suami akhirnya ikut tertantang. Ia yang awalnya hanya menemani latihan di GOR, mulai berkeinginan untuk ikut even lari resmi.

 

Fun Run Pertama Bersama Suami

Kesempatan itu akhirnya datang saat ada even fun run yang diadakan oleh Dinas KBPPPA Tulungagung. Untuk pertama kalinya, saya dan suami ikut start berdua, di tengah ratusan pelari lainnya. Suasananya meriah, penuh warna, dan penuh semangat. Ada rasa haru ketika mengingat perjalanan kami: dari sekadar jalan santai di GOR, kemudian saya ikut trail run bersama si kecil, hingga akhirnya bisa benar-benar berlari bersama suami di even resmi. Itulah momen di mana kami sadar, olahraga lari bukan hanya membuat tubuh sehat, tapi juga memperkaya kisah kebersamaan kami. Ikut dalam beberapa even lari menambah keseruan: ada euforia start bersama ribuan pelari, ada rasa bangga ketika menuntaskan jarak, dan tentu saja ada momen kebersamaan yang tak tergantikan dengan suami.

Berlari bukan hanya soal fisik. Justru yang paling terasa adalah dampaknya bagi hubungan kami berdua: (1) Menguatkan ikatan emosional. Saat berlari, kami belajar untuk saling mendukung. Ada kalanya saya yang kelelahan, dan suami memberi semangat. Ada pula saat suami melambat, dan giliran saya yang menguatkan. (2) Menjaga kesehatan bersama. Usia boleh bertambah, tapi kesehatan tetap harus dijaga. Lari membuat tubuh lebih bugar, tidur lebih nyenyak, dan pikiran lebih rileks. (3) Menciptakan quality time. Lari menjadi ruang kebersamaan yang sederhana tapi bermakna. Kami bisa bercakap ringan, tertawa kecil, atau sekadar menikmati langkah demi langkah dalam diam yang menenangkan. (4) Membangun gaya hidup positif. Berlari bersama membuat kami lebih disiplin menjaga pola makan dan istirahat. Rasanya sayang jika latihan yang sudah dijalani harus sia-sia hanya karena kebiasaan kecil yang tak sehat.

Kini, lari sudah menjadi bagian dari gaya hidup kami. Tidak harus setiap hari, tidak harus jauh, tapi yang penting konsisten. Setiap even lari yang kami ikuti bukan hanya tentang garis finish, melainkan juga tentang perjalanan bersama—bagaimana kami belajar sabar, kompak, dan menikmati hidup berdua. Berlari, pada akhirnya, bukan sekadar olahraga. Ini adalah cara kami merayakan fase hidup baru: fase ketika anak-anak mulai mandiri, dan kami berkesempatan kembali menemukan kebersamaan dalam langkah yang sama. Siap menunggu even-even selanjutnya……..

Yuk mulai berlari…………

Pengalaman kami membuktikan, lari bisa dilakukan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Tidak perlu langsung jauh atau cepat, cukup mulai dari langkah kecil: jalan santai di sekitar rumah, dua putaran di lapangan, atau joging ringan di pagi hari. Sedikit demi sedikit, tubuh akan terbiasa. Yang terpenting adalah konsistensi dan rasa senang melakukannya. Percayalah, manfaatnya bukan hanya membuat badan sehat, tapi juga membuat hati lebih bahagia. Jika kami yang sempat berhenti olahraga bisa kembali berlari, tentu siapa pun bisa. Jadi, yuk kita tumbuh sehat bersama, dan temukan kesenangan lewat olahraga sederhana ini. Karena setiap langkah yang kita ambil bukan hanya menyehatkan tubuh, tapi juga membuat hidup terasa lebih ringan dan bermakna.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangat Baru! Pembukaan Magang Mahasiswa FTIK UIN SATU Tulungagung di SMPN 1 Tulungagung

Petualangan Minggu di Gunung Budeg: Menyatu dengan Alam di Kabupaten Tulungagung

“TIADA JALAN TANPA DEBU, TIADA KESUKSESAN TANPA DOA ISTRI DAN IBU” (Sebuah catatan untuk suami dan anak-anakku)