PROF. NGAINUN NAIM: BENAR-BENAR PROFESOR (10 Keteladanan Prof. Ngainun Naim)

 Oleh: Eni Setyowati





 "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keaadaan mereka sendiri."

QS. Ar-Ra’d: 11

 

 

Tepat Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-76, tanggal 3 Januari 2022, kolega sekaligus dosen inspiratif di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU) menerima SK Guru Besar oleh Menteri Agama. Beliau adalah Prof. Ngainun Naim. Prof. Naim, biasa saya menyapa beliau. Saya mengenal Prof. Naim sejak tahun 2006, saat saya pertama kali diterima menjadi pengajar di STAIN Tulungagung (waktu itu masih STAIN). Tahun 2014, saya berkesempatan satu ruang dengan beliau. Selama satu tahun, banyak yang saya tahu dari beliau. Beliau orang yang tekun, konsisten, humble, dan humoris, (yang sebelumnya tidak mengenal beliau pastilah mengira beliau selalu serius, tetapi begitu sudah mengenal beliau, ternyata humoris juga).

Selama setahun bersama beliau, banyak hal yang saya dapatkan, khususnya ilmu dan pengalaman di dunia literasi. Berkat beliau, saya menjadi anggota komunitas Sahabat Pena Nusantara (SPN) yang saat ini bertransformasi menjadi Sahabat Pena Kita (SPK). SPN atau yang kini menjadi SPK merupakan grup whatsapp yang anggotanya adalah penulis se-Indonesia, bahkan ada yang dari Malaysia. Kemudian tahun 2020 lahirlah SPK Cabang Tulungagung, dengan anggotanya dari Tulungagung dan sekitarnya. Dari grup inilah saya banyak belajar menulis, khususnya dalam menulis buku, baik buku solo maupun buku antologi. Berbagai kesempatan lain, khususnya terkait dunia literasi sering kami bersama.

Saya sangat senang saat mendengar kabar di grup WA kampus, tentang terbitnya SK Guru Besar beliau. Akhirnya, Prof. Naim adalah benar-benar profesor. Mengapa saya mengatakan benar-benar profesor? Tentunya ada beberapa alasan, pertama, selama ini (sebelum menjadi profesor), beliau sudah dipanggil dengan prof. Kedua, di mata saya beliau adalah ilmuwan sejati. Karyanya sangat luar biasa, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Ketiga, beliau adalah orang yang inspiratif. Banyak sekali yang terinspirasi dari beliau. Ilmunya telah banyak diturunkan ke semua orang. Profesor sejati tentunya adalah orang yang sangat menginspirasi dan tak pelit untuk membagi keilmuannya. Keempat, beliau adalah orang yang tekun dan konsisten. Ketekunan dan kekonsistenan beliau di mata saya tak ada duanya. Selama saya mengenal beliau, sejak dulu hingga kini, ketekunan dan kekonsistenannya tak pernah pudar. Sulit sekali menjadi seperti beliau. Kelima, beliau adalah orang yang humble dan bersahaja. Bagaikan tanaman padi, semakin tinggi akan semakin merunduk, begitu pula dengan Prof. Naim. Pandangan saya akan Prof. Naim tersebut, kiranya tak salah jika saya mengatakannya sebagai “Profesor yang benar-benar profesor” hehehehe.

Ada sepuluh hal yang dapat saya teladani dari Prof. Naim, yaitu: terus berjuang, terus berkarya, berinovasi, menghargai waktu, menerima kritik, berproses, berteman dengan buku, bermimpi tapi jangan tidur, menjadi seorang pembelajar, dan just for Allah.

Pertama, terus berjuang. Pada dasarnya kita telah ditakdirkan oleh Allah menjadi orang yang kaya atau miskin, susah atau senang, tetapi yang menentukan masa depan kita adalah sikap dan tindakan kita sendiri. Contohnya, jika sejak kecil kita sudah mulai rajin belajar, memperbaiki akhlak, peka sosial tinggi, dermawan dan kita konsisten melakukannya hingga dewasa, maka kita telah memenuhi unsur untuk menjadi orang yang hidupnya lebih baik. Sebaliknya, jika kita bermalas-malasan, sering menyusahkan orang lain, kemudian berlanjut terus menerus sampai dewasa, maka kita akan menjadi orang dengan masa depan suram. Oleh karena itu, kita harus menjadi orang yang terus berjuang manjadi orang yang lebih baik dan lebih baik lagi. Kedua, kita harus menjadi orang yang terus berkarya, karena kita tidak tahu pada karya mana yang akan menjadi karya terakhir kita. Teruslah berkontribusi karena kita juga tidak tahu nyawa ini akan dicabut dalam keadaan berkontribusi atau justru pada saat lalai.

Ketiga, berinovasi. Zaman terus berubah, kita harus peka terhadap perubahan zaman. Bukan harus menunggu keadaan berubah lantas kita baru berbenah. Berbenahlah seiring dengan perubahan itu. Perubahan adalah suatu keniscayaan bagi manusia. Setiap hari, orang berpikir untuk bisa melahirkan sesuatu yang baru di esok hari serta berbeda dengan hari ini. Inovasi menjadi sebuah tuntutan di dalam berbagai sektor hidup. Keempat, menghargai waktu. Dimensi yang tidak dapat dikendalikan adalah waktu. Ia memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan nasib kita di masa depan. Orang-orang yang baik di dalam mengatur waktu dan memanfaatkan dengan baik, mungkin merekalah yang nantinya akan menjadi pemenang. Kelima, menerima kritik. Jika kritik itu datang untuk menjatuhkan terlepas apapun keadaan kita, maka biarkanlah. Sebab pada dasarnya kita tidak bisa menyenangkan hati semua orang. Keenam, berproses. Tidak ada yang sulit untuk diwujudkan, kita yang terlalu banyak mengeluh. Tidak ada rintangan yang tidak bisa dilalui, kitalah yang terlalu cepat mengeluh. Untuk menempuh jarak kesuksesan yang ada seribu langkah di depan, hanya akan bisa dicapai dengan satu demi satu langkah pertama. Tanpa memulai langkah atau berhenti dalam melangkah, yakinlah kita tidak akan sampai pada apa yang ingin dituju. Ketujuh, berteman dengan buku. Buku adalah guru yang senantiasa membersamai dan mengajarkan tentang banyak hal dari arti kehidupan. Cara mengubah kehidupan kita jika ingin menjadi lebih luar biasa di masa depan adalah satu-satunya berteman dengan buku. Karena, dengan membaca kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan yang baru. Kedelapan, bermimpi, tetapi jangan tidur. Optimislah dalam bermimpi. Percayalah tak ada impian yang terlalu tinggi. Yang ada adalah upaya yang terlalu rendah. Maka bermimpilah setinggi-tingginya, berupayalah sekeras-kerasnya, lalu dekati Allah sedekat-dekatnya. InshaAllah segala harapan akan terkabul secepat-cepatnya. Kesembilan, menjadi seorang pembelajar. Apalah arti ilmu yang luas dan belajar tekun, jika tidak menjadi sarana untuk mengantarkan kita ke surga kelak. Dengan bertambahnya ilmu, semoga semakin mendekatkan diri kepada Allah. Kesepuluh, Just for Allah. Doa menjadi titik persinggahan akhir dari luapan perasaan seseorang hamba, tempat berlabuh dan pencarian nurani yang kering dan dibalut dengan keraguan, hingga akhirnya semua akan tetap kembali pada satu poros yang sama, yaitu memilih jalan Allah yang lurus. Sekali lagi, selamat Prof. Naim atas gelar tertingginya, semoga Prof. Naim selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

“TIADA JALAN TANPA DEBU, TIADA KESUKSESAN TANPA DOA ISTRI DAN IBU” (Sebuah catatan untuk suami dan anak-anakku)

BAROKALLOH FII UMRIK SUAMI DAN ANAK PERTAMAKU

SUDAHKAH MENGENAL ANAK KITA?