BERDUKA


Oleh Eni Setyowati

Beberapa hari ini berita semakin ganasnya pandemi covid-19 semakin santer baik di media sosial maupun informasi-informasi secara langsung. Virus ini tak nampak, tapi nyata di sekitar kita. Buktinya apa? Saya tak bisa membuktikan dengan pasti, tetapi kini banyak orang yang terpaparnya. Bahkan semakin mendekat dengan kita. Di sekitar kita sudah banyak yang terpapar, termasuk di sekitar saya.

Saatnya kita menjaga diri sendiri, keluarga dan orang-orang di sekitar kita, karena pandemi ini sudah berada semakin dekat di sekitar kita. Sudah banyak yang tumbang. Bukan berarti kita paranoid atau sebaliknya kita lengah. Tetap patuhi protokol kesehatan, karena hanya diri kita sendirilah yang bisa menjaga diri kita, jangan sampai diri kita yang justru menjadi pemapar bagi orang-orang terdekat kita. Covid bukan aib, jadi mari kita doakan, kita motivasi bagi saudara-saudara kita  yang terpapar. Mendukung bukan berarti kita seenaknya menemuinya atau yang lainnya yang justru membahayakan, tetapi dengan terus memberi semangat dan mendoakannya. Semoga yg sakit segera sembuh, yg sehat selalu sehat, dan pandemi segera berakhir. Aamiin.

Maaf, saya di sini menulis tentang covid bukan untuk maksud menakut-nakuti. Marilah kita anggap ini share untuk menambah pengetahuan dan  pengalaman saja. Kita tidak boleh paranoid tetapi tetap beriktiar dan berdoa. Karena paranoid bisa menurunkan imun.

Saya paham bahwa setiap orang berbeda....kalau saya, saya upayakan selalu positif thinking. Saya selalu update tentang covid justru untuk saya jadikan bahan tambahan informasi agar selalu berjaga-jaga dan selalu ingat untuk berhati-hati. Tetapi kadang ada juga orang yang dengar saja jadi ketakutan. Monggo, silahkan disikapi dengan bijak.

Hari ini ada beberapa kabar duka, saya tidak terlalu memikirikannya apakah kabar duka itu terkait covid atau bukan. Dari beberapa kabar duka itu ada dua yang mengagetkan saya. Pertama, kabar duka dari salah satu guru tempat saya membimbing mahasiswa magang. Beliau masih sangat muda. Putrinya yang sulung masih kelas VII, yang kedua SD dan yang bungsu masih sekitar 1 tahun. Tentunya saya kaget, bagaimana tidak, sekitar sebulan yang lalu kami masih berkomunikasi. Beliau sehat, tak ada riwayat penyakit, tiba-tiba pagi tadi ada kabar beliau telah wafat. Belum hilang rasa kaget saya, ada kabar juga, ibunya dua minggu lalu meninggal dan saat ini bapaknya sedang kritis, suami dan anaknya terpapar covid. Ya Allah...innalillahi wa innailaihi rojiun...semoga beliau husnul khotimah. Keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan serta yang sakit segera diberi kesembuhan. Aamiin.

Kedua, kabar duka dari dokter gigi keluarga saya. Beliau dikenal sebagai dokter gigi fenomenal. Bagaimana tidak fenomenal, jika mau periksa harus pesan satu minggu sebelumnya, saat pesan kita sudah titip uang dulu 100 ribu. Namun demikian, pasiennya tetap banyak. Memang sih, beliau meski dikenal mahal, juga dikenal sebagai dokter yang bagus dan ramah. Sehingga banyak yang suka. Kebetulan tempat prakteknya tidak jauh dari rumah saya. Beberapa hari yang lalu sempat terbersit dalam pikiran saya, "kapan ya saya ke dokter itu lagi, mau menanyakan kelanjutan pemeriksaan gigi si kecil". Kami sudah lama merencanakan untuk memasang behel si kecil. Si kecilpun sudah rongten gigi di laboratorium, tetapi karena saat itu masih pandemi, akhirnya kami tunda dulu. Kami berencana suatu saat nanti akan kembali. Namun, Allah berkehendak lain, beliau lebih cepat dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Semoga beliau tenang di alam sana. Aamiin.

Kenangan tentang beliau sangat dirasakan oleh suami. Di antara kami sekeluarga suamilah yang paling sering dan dekat dengan dokter Rudi. Karena memang ada perlakuan khusus pada gigi suami. Sehingga suamipun jika periksa selalu di jam khusus (di luar jam praktek). Kalau biasanya jam praktek pukul 18.00, maka suami selalu diberi waktu pukul 16.00. Bahkan, suami sering ditelpon langsung oleh dokternya. Selamat jalan pak dokter. Terimakasih atas perawatannya selama ini kepada keluarga kami.

"Ya Allah, angkat dari kami penyimpangan, malapetaka, zina, riba, gempa bumi, bencana, dan segala cobaan yang buruk, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dari negeri kami ini khususnya, dan dari semua negeri kaum Muslimin, dengan Rahmat-Mu, Duhai Yang Maha Penyayang."

"Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, lepra, dan dari segala keburukan segala macam penyakit." 

Ya Allah limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, sebagai obat hati dan penyembuhnya, penyehat badan dan kesembuhannya, sebagai penyinar penglihatan mata beserta cahayanya. Dan semoga rahmat tercurah limpahkan kepada para sahabat beserta keluarganya."

Selamat jalan bu Jati dan dokter Rudi....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“TIADA JALAN TANPA DEBU, TIADA KESUKSESAN TANPA DOA ISTRI DAN IBU” (Sebuah catatan untuk suami dan anak-anakku)

BAROKALLOH FII UMRIK SUAMI DAN ANAK PERTAMAKU

SUDAHKAH MENGENAL ANAK KITA?