SUDAHKAH MENGENAL ANAK KITA?
Oleh: Eni Setyowati
Sebagai ibu, tentunya saya sangat
senang jika membicarakan tentang anak, sehingga seringkali saya menulis tentang
dunia anak ataupun aktivitas-aktivitas yang saya lakukan dengan sang anak. Anak
adalah buah hati bagi orang tuanya. Mengapa demikian? Kita, saat usai menikah,
pastilah ingin segera mempunyai anak sebagai buah cinta sepasang dua insan.
Kemudian, saat kita dikaruniai kehamilan, sekitar sembilan bulan kita
menunggunya untuk lahir di bumi, di hadapan kita orang tuanya. Saat waktu yang
dinanti-nantikan itu tiba, betapa bahagia dan terharunya kita. Saat itulah kita
diberi amanah menjadi orang tua.
Waktu terus berlalu seiring dengan
pertumbuhan putra putri kita. Namun, seringkali setelah sang buah hati hadir di
hadapan kita, banyak orang tua yang “tidak mengenalnya”. Mengapa saya katakan
seperti itu? Karena dalam faktanya, banyak orang tua yang seringkali bertanya
bagaimana sosok anak saya sebenarnya? Bakat apa yang dimiliki anak saya? Mengapa
anak saya kok nakal? dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa banyak
orang tua yang masih belum mengenal anaknya. Di dalam tulisan ini marilah kita mengenal
anak kita.
Sudahkan kita merenungi keberadaan
anak-anak kita; siapa mereka sebenarnya, dan untuk apa mereka ada? Jika kita
ingin mengetahui jawabannya, mungkin berapa banyak buku yang harus kita baca
dan kita pelajari untuk mengetahui sosok anak kita. Demikian juga dengan saya,
sebagai ibu, tentunya saya sangat ingin mengenal tentang anak saya. Tak
segan-segannya saya sering mencari buku yang terkait dengan anak dan dunianya.
Pada dasarnya anak itu mempunyai dua
dimensi antara lain dimensi jasmani dan rohani. Oleh karena itu, sebagai orang
tua, kita harus memperhatikan kedua dimensi tersebut. Kebutuhan jasmani maupun
rohani anak terus berkembang, sehingga otomatis akan berkembang pula kebutuhan-kebutuhan
mereka, dan kita sebagai orang tua harus memenuhi kedua kebutuhan tersebut
secara adil.
Pernahkan kita mengeluh atas
kenakalan anak kita sejak kecil bahkan sampai dewasa? Kadangkala orang tua
sampai tidak tahan, dan berakhir dengan kemarahan, membentak, kekerasan fisik,
bahkan ada kasus sampai pembunuhan. Nah, yang menjadi pertanyaan adalah:
mengapa anak kita tiba-tiba berperangai buruk atau nakal? Bagaimana sikap kita
sebagai orang tua? untuk menjawabnya tentunya kita sebagai orang tua harus mengarah
kepada pola pikir yang benar, yaitu “anak punya fitrah ilahiah”. Fitrah ilahiah
ini diibaratkan sebagai pondasi dalam suatu bangunan, yang merupakan ruh untuk
mengenal Tuhannya. Jadi sebenarnya setiap anak itu mempunyai fitrah pada
kebaikan. Sehingga ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka tiba-tiba nakal atau punya perangai
buruk.
Marilah kita mengenal penyebab
manusia berperangai buruk. Ulama mengatakan bahwa, terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan manusia berperangai buruk, antara lain: (1) melupakan Tuhan, (2)
bangga, riya’ dan sombong, (3) tidak bersyukur dan mudah putus asa, (3) kikir
dan berkeluh kesah, (4) melampaui batas,(5) tergesa-gesa, serta (6) suka
membantah. Faktor-faktor di atas merupakan faktor yang dominan yang menyebabkan
manusia berperangai buruk. Oleh karena itu, apa yang harus dilakukan oleh orang
tua? Orang tua seharusnya melakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, orang
tua harus mengaktifkan paradigma fitrah. Anak kita adalah manusia baik dan
berkecenderungan untuk kembali menjadi baik, karena pada hakikatnya anak kita
adalah fitrah ilahiah. Kedua, orang tua harus selalu berdoa
kepada Tuhan. Tentunya doa orang tua adalah dengan niat memohon dan meminta
pertolongan, inshaAllah doa kita akan terkabul. Ketiga, orang tua harus
teliti. Teliti di sini berarti bahwa orang tua harus segera mencari faktor
dominan apakah yang menyebabkan anak kita berperangai buruk. Ketika faktor
penyebab sudah diketahui, maka kita akan menemui jalan keluar, dimana disitulah
kita akan memasuki dunia anak dan membantu menyadarkannya.
Perlu juga kita ingat bahwa faktor genetik
atau keturunan juga berpengaruh dalam pertumbuhan anak. Faktor genetik adalah
transfer alamiah karakteristik dari orang tua kepada anaknya melalui sel-sel
genetis dari orang tua yang diturunkan kepada anaknya. Selain itu juga faktor lingkungan.
Terutama saat ibu hamil, faktor lingkungan yang melingkupi kehidupan sang ibu
akan berpengaruh pada pertumbuhan bayi di dalam kandungan. Misalnya saja
nutrisi atau makanan, tingkat stress ibu, aktivitas, kondisi lingkungan maupun
spiritualitas sang ibu.
Mengenai nutrisi, seorang ahli
nutrisi dari Columbia University of Public Health New York, Dr. Ezra Susser
melakukan penelitian kepada ibu hamil yang mendapat asupan asam folat (nutrisi
berupa vitamin yang larut dalam air) pada dua bulan pertama kehamilan, ternyata
anak yang dilahirkan cenderung terhindar dari keterlambatan bicara. Oleh karena
itu, seorang ibu hamil harus makan
makanan yang mengandung asam folat, seperti kacang-kacangan, brokoli, bayam,
telur, avokad, gandum, susu, jeruk, strobery, hati sapi serta pisang. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya nutrisi bagi ibu hamil untuk
pertumbuhan janin yang dikandungnya.
Sedangkan faktor lingkungan yang juga
harus diperhatikan adalah kebersihan lingkungan. Ingat, janin membutuhkan oksigen
yang diperoleh dari ibunya melalui udara yang dihirupnya. Oleh karena itu
lingkungan yang bersih dan tidak tercemar adalah lingkungan yang harus ditempati
oleh ibu hamil. Karena jika sang ibu menghirup udara dari lingkungan tercemar,
maka oksigen yang dihirup si janin adalah oksigen yang tercemar dan akan
berakibat pada janin.
Selain itu faktor genetik dan lingkungan,
yang juga penting dalam mengenal anak adalah tentang perkembangan otak anak.
Pasti kita semua telah mengetahui golden age. Golden age atau
masa keemasan anak adalah masa yang sangat penting bagi anak dan harus
diketahui oleh orang tua. Ingat, golden age tak mungkin terulang lagi,
jadi jangan sia-siakan anak kita di masa golden age ini. Golden age
dapat kita temui pada usia 0-8 tahun. Pada usia 0-8 tahun ini dapat diibaratkan
sebagai pondasi pada sebuah bangunan. Apabila pondasi ini dibuat dari bahan
yang baik dan kuat, maka bangunan tersebut akan berdiri kokoh, tidak terguncang
oleh angin. Benjamin S. Bloom, dalam
bukunya yang berjudul “Stability and Change in Human Characteristics”, menyatakan
bahwa “pada saat anak berusia 4 tahun, separuh intelektualnya sudah terbentuk,
sehingga anak usia 0-4 tahun harus sudah mendapat rangsangan otak yang tepat.
Pada usia 8 tahun, kinerja otak anak berkembang mencapai 80%, sedangkan pada
usia 18 tahun akan mencapai 100%”.
Begitu pentingnya tumbuh kembang anak
sejak usia 0 tahun, maka di Jepang dan Finlandia pun memberi perlakuan khusus
bagi ibu sejak ia hamil. Di negara Jepang, pendidikan anak usia dini mendapatkan
porsi yang sangat penting. Hal ini dapat ditunjukkan oleh fakta bahwa, sekitar
99% wanita hamil, memilih berhenti bekerja dan fokus pada janin yang
dikandungnya. Kemudian, Undang-Undang Kesehatan Anak-Ibu mewajibkan wanita
Jepang mendaftarkan kehamilan mereka pada pemerintah setempat, kemudian akan
diberi buku pegangan tentang kesehatan ibu dan anak. Bahkan kepeduliannya
terhadap ibu hamil, juga ditunjukkan bahwa ibu hamil minimal melakukan kunjungan
atau periksa ke dokter kandungan sebanyak 14 kali sampai usia kehamilan meamsuki
36 minggu.
Sedangkan di negara Finlandia, pemerintah
secara resmi akan memberikan hadiah kelahiran bagi setiap bayi yang baru lahir.
Hadiah tersebut berupa baby box yang diberikan secara cuma-cuma. Baby
box itu berupa pakaian bayi berbagai musim, kantong tidur, kasur, selimut,
handuk, sikat rambut, gunting kuku, buku gambar serta beberapa mainan. Hadiah Baby
box itu bisa digunakan sampai usia 2 tahun. Itu adalah contoh dua negara
yang sangat memperhatikan anak, mengingat pentingnya anak sebagai generasi
penerus bangsa.
Dari berbagai tulisan di atas menunjukkan betapa pentingnya kita mengenal anak sejak dalam kandungan. Rasulullah saw pun juga menjelaskan bahwa “Biarkanlah anak-anak kalian bermain dalam tujuh tahun pertama, kemudian didik dan bimbinglah mereka dalam tujuh tahun kedua, selanjutnya tujuh tahun berikutnya, jadikan mereka bersama kalian dalam musyawarah dan menjalankan tugas”. Ini berarti bahwa, apabila dalam tujuh tahun pertama dilewati oleh orang tua dengan cara yang tidak benar, maka pada tujuh tahun kedua, orang tua akan banyak mengalami hambatan dan permasalahan dalam berkomunikasi dengan anak. Akhirnya, pada tujuh tahun ketiga, si anak akan tumbuh menjadi seseorang dengan pribadi yang kehilangan kepercayaan maupun moral. Nah, orang tua dimanapun pasti mengharapkan sang anak akan menjadi manusia yang sukses dan berhasil di saat dewasa. Oleh karena itu, mulai sekarang marilah kita sebagai orang tua memahami bahwa, “menjadi orang tua tidak hanya sebagai takdir, tetapi merupakan sebuah kesempatan untuk pembuktian peranan kita di muka bumi, meneruskan rencana ilahi, mewarnai anak-anak dengan cinta”. (Tulungagung, 7 Desember 2020)
Komentar
Posting Komentar